Judul : The Motorcycle Diaries
Penulis : Ernesto "Che" Guevara
Penerbit : Banana Publisher
Tahun cetakan : 2005
Jenis : Paperback
ISBN : 9799998638
Rating : 4/5
Lagi-lagi ini buku yang saya beli bersama buntelan buku diskon Banana yang lain yang dibeli bulan lalu. Buku ini juga yang membuat saya ngefans sama penerbit yang satu ini--buku-bukunya selalu bertema unik dan menginspirasi. Salah satunya buku ini. Saya memilih buku ini dari daftar diskon buku Banana sebenarnya asal saja, hanya karena teman kuliah saya semester lalu ribut menyuruh saya nonton film The Motorcycle Diaries untuk melihat petualangan Ernesto dan Alberto yang konon lucu juga mengharukan. Berhubung saya bukan tipe penonton dan lebih ke tipe pembaca, begitu menemukan bukunya, jelas saya langsung memesannya (mumpung diskon).
"Ini adalah kepingan kisah dua manusia yang mengembara bersama sementara waktu, dengan aspirasi dan impian yang sama."
Perjalanan ini dimulai dari sebuah perbincangan sederhana antara Ernesto "Che" Guevara dengan kakak dari salah satu teman sekolahnya di sekolah dokter, Alberto Granado, di bawah pohon anggur milik Alberto sambil minum mate, minuman khas Argentina. Saat itu Alberto tengah dipaksa meninggalkan pekerjaan yang disukainya di koloni lepra dan harus mengabdi di sebuah rumah sakit negeri. Ernesto sendiri juga meninggalkan pekerjaannya, tapi atas kehendaknya sendiri karena ia merasa bosan dengan rumah sakit, sekolah dokter, dan ujian-ujian. Mereka berdua pada dasarnya adalah seorang pemimpi dengan jiwa yang bebas. Karena itu akhirnya tercetus ide gila untuk berkeliling Amerika Selatan dengan menggunakan La Pedrosa, motor butut Alberto yang bertahan tetap utuh dengan bahan andalan mereka: kawat.
Awalnya saya kira buku ini akan membosankan seperti kebanyakan memoar/boigrafi yang pretensius dan penuh dengan ajaran-ajaran kebajikan (ups), tapi ternyata tidak begitu. Di awal buku Ernesto menyebutkan bahwa diarinya tidak dimaksudkan untuk catatan keberanian, tapi murni sebuah catatan observatif terhadap hal-hal yang ditemuinya dalam perjalanannya mengelilingi Amerika Selatan selama dua tahun. Dan ternyata, siapa yang akan menduga kalau catatan perjalanan seorang Che Guevara bisa penuh kekonyolan, dengan La Pedrosa yang kerap kali mogok, kejahilan-kejahilan (tidak sengaja) di rumah-rumah singgah mereka, dan cara-cara konyol mereka untuk mencari tumpangan ke daerah selanjutnya. Benar seperti yang dikatakan ayah Che dalam epilog buku ini, meskipun sesungguhnya perjalanannya itu benar-benar berat, Che tidak pernah menceritakannya dengan gaya mengharu-biru, dia hanya menuliskannya sebatas fakta yang terjadi--bahwa mereka tak makan selama seminggu, bahwa mereka tak punya uang sama sekali di satu kota, bahwa mereka terpaksa tidur gurun yang begitu dingin hanya dengan selembar selimut--tanpa ada dramatisasi, bahkan justru lebih banyak dijadikan semacam guyonan olehnya.
Diari ini merangkum perjalanan Che menyusuri lima negara Amerika Latin, yaitu Argentina, Peru, Chili, Kolombia, dan Venezuela. Saat masih di Argentina dan sebagian besar Chili, catatan Che masih lebih banyak tentang kekonyolannya daripada pemikiran-pemikirannya. Namun begitu memasuki akhir Chili dan ketika mereka mulai menjelajah Peru, catatan Che lebih banyak terfokus pada pemikiran-pemikirannya akan penderitaan rakyat. Hal ini terjadi karena di negara ini Che memang melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang biasanya tidak dikunjungi turis, yaitu tempat reservasi Indian dan sisa keturunan Inca, serta mengunjungi koloni lepra di Peru. Di negara ini dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri mereka-mereka yang hidup tersisihkan oleh penjajahan dan isolasi masyarakat.
"...orang-orang di sepanjang jalan yang memandangi kami adalah ras yang telah dikalahkan."
Saya sebelumnya sama sekali tidak mengenal Che Guevara kecuali imejnya yang seringkali muncul di kaos-kaos atau benda-benda yang berbau kontra-kultur. Baca buku ini membuat saya mengerti bagaimana pemikiran-pemikiran Che Guevara sebelum dia memulai perjuangannya di umur 24 tahun--dan juga sebelum dia jadi sosok berambut gondrong dengan topi baret itu. Di dalam buku ini juga di belakangnya diselipkan foto-foto Che Guevara sejak dia berumur belasan hingga Che yang imejnya sering kita kenal di mana-mana--dan, uhuk, sebenarnya foto-foto di belakangnya itu yang membuat saya makin nge-fans dengan Ernesto Guevara (foto-fotonya seksi, bok).
Satu hal yang membuat saya kagum terhadap Che Guevara dari tulisan-tulisannya ini adalah fakta bahwa dia menyusuri Amerika Latin dengan menggunakan motor di saat dirinya mengidap asma. Tak jarang di perjalanan ini asmanya kambuh hingga dia memerlukan perawatan khusus, tapi hal itu seolah tak menyurutkan niatnya untuk melanjutkan perjalanan. Penyakitnya juga tidak membuatnya cengeng dan menginginkan fasilitas yang bagus-bagus. Dia setia dengan La Pedrosa--dan setia menumpang gratis setelah La Pedrosa wafat. Sebuah sikap yang menunjukkan keteguhannya pada prinsip yang dianutnya.
Dalam bukunya Jejak Langkah, Pram pernah mengatakan bahwa orang yang mampu mengubah sejarah dan berjuang bersama rakyat rata-rata adalah seorang dokter. Hal ini dikarenakan dokter lah yang mengobati rakyat, dan dari penyakit-penyakit yang diderita suatu masyarakat, dokter dapat menganalisa dengan baik bagaimana kondisi rakyat sesungguhnya. Mungkin hal ini juga berlaku bagi Che Guevara. Saya rasa perjalanannya keliling Amerika Selatan untuk melihat kondisi rakyat--yang tadinya hanya demi melihat contoh-contoh nyata dari teori penyakit-penyakit yang dipelajarinya di sekolah--yang membuatnya beberapa tahun kemudian menjadi seorang revolusioner dunia yang terkenal--serta menjadi ikon kontra-kultur yang selalu dikenang hingga kini.
"Aku tahu bahwa saat seseorang pembimbing besar memecah manusia menjadi dua bagian yang berlawanan, maka aku akan tetap bersama rakyat."
Sebuah buku catatan observasi yang menggugah--sekaligus konyol pada satu waktu. Ingin--dan akan--membaca buku-buku lain tentang Che Guevara. (dan juga browsing foto-foto seksinya)
salam kenal ^^
ReplyDelete