Skip to main content

[Review] A Room of One's Own



Judul: A Room of One's Own
Penulis: Virginia Woolf
Penerbit: Harcourt
Tahun cetakan: 1989
Jenis: Paperback
ISBN: 9780156787338


Woman and Fiction

Virginia Woolf adalah salah satu dari sedikit penulis perempuan yang pada masanya berusaha menyuarakan peran perempuan dan jender dalam tatanan masyarakat patriarki. Bersama nama-nama perempuan terkenal lain pada masanya seperti Mary Wallstonecraft--atau mungkin akan lebih dikenal sebagai Mary Shelley, penulis novel horor kenamaan Frankenstein--dan Simone de Beauvoir, nama Virginia Woolf dikenal sebagai tokoh penggerak paham feminisme gerakan pertama, feminisme liberal, yang memperjuangkan hak-hak kesetaraan dalam pendidikan dan kesejahteraan bagi kaum perempuan.


A Room of One's Own aslinya adalah sebuah esai untuk stadium generale kelas kepenulisan saat Woolf diundang sebagai pembicara di Newnham College dan Girton College pada tahun 1929 dengan tema seminar "Woman and Fiction". Karena terlalu panjang, Woolf akhirnya memangkas apa yang ingin dia sampaikan di seminar tersebut, dan kemudian menyimpan salinan aslinya dan mengembangkannya menjadi serangkaian esai berkaitan dengan tema perempuan dan fiksi.

A Room of One's Own

"A woman must have money and a room of her own if she is to write fiction."

Kalimat itu adalah inti utama dari esai Virginia Woolf ini. Woolf menegaskan bahwa untuk seorang perempuan bisa berhasil menjadi penulis, perempuan itu harus memiliki uang sebesar 500 pounds setiap bulan yang didapatkan secara cuma-cuma atau diwariskan, dan sebuah kamar pribadi untuk menulis. Sebuah kalimat yang terasa aneh saat dibaca, tapi dalam buku esai setebal 114 halaman ini Woolf menjelaskan secara rinci alasan mengapa menurutnya perempuan memerlukan kedua hal itu jika ingin sukses menjadi penulis. Dan dari penjabaran tersebut, Woolf bukan hanya bicara soal perempuan penulis, tapi juga menyentil pembacanya mengenai permasalahan perempuan dalam masyarakat secara garis besar.

Pernah terpikirkan kenapa walaupun sekarang banyak perempuan yang menjadi penulis, tapi masih jarang penulis perempuan pemenang penghargaan sastra? Virginia Woolf menjawab pertanyaan itu dari berbagai aspek, mulai dari sempitnya wawasan penulis perempuan karena keseharian mereka yang dididik untuk berada di sektor domestik, kurangnya akses pendidikan bagi perempuan, kecenderungan akademisi laki-laki untuk membedakan topik diskusi antara perempuan dan laki-laki, hingga kenyataan bahwa banyak perempuan yang miskin atau tidak mandiri secara finansial. Dengan lincah Woolf mendiktekan satu-persatu fakta adanya kesenjangan kelas antara laki-laki dan perempuan.

"In the first place, to have a room of her own, let alone a quiet room or a sound-proof room, was out of question, unless her parents were exceptionally rich or very noble, even up to the beginning of the nineteenth century."

Dalam esai ini Woolf juga menyindir para penulis laki-laki seperti Shakespeare yang menggambarkan perempuan dalam kisah-kisah mereka sebagai perempuan hebat yang mampu membuat para lelaki klepek-klepek. Woolf membandingkan perempuan-perempuan dalam karya Shakespeare dan penulis laki-laki lain dengan realita gambaran perempuan di masyarakat yang pada waktu itu harus dipukuli dan dikunci di dalam kamar jika menolak pernikahan yang dipilihkan oleh orangtuanya.

"Indeed, if woman had no existence save in the fiction written by men, one would imagine her a person of utmost importance; very various; heroic and mean; splendid and sordid; infinitely beautiful and hideous in the extreme; as great as a man, some think even greater. But this is woman in fiction. In fact, as Professor Trevelyan points out, she was locked up, beaten and flung about the room (in reality)."

Hal yang unik dari esai ini adalah bahwa terlepas dari kontennya yang sebenarnya sangat menyindir konstruksi sosial masyarakat, Woolf menuliskannya dengan cara yang begitu sopan hingga sama sekali tidak terkesan bahwa hal itu adalah sindiran sampai kita mencoba memaknai apa yang ingin disampaikannya. Kalimat sederhana seperti "a woman must have money and a room of her own if she is to write fiction" pun, setelah ditelaah dan dipahami, dapat dimaknai sebagai seruan kepada kesenjangan sosial antarkelas, bahwa ada banyak perempuan yang tidak tersalurkan potensinya--dalam kasus ini dalam hal kepenulisan--karena mereka berasal dari golongan tidak terdidik dan kalangan dengan finansial rendah.

Woman and Society

Meskipun secara spesifik Woolf menekankan penjabarannya untuk para penulis perempuan, analisa dan pengamatan Woolf yang tajam dapat diterapkan pada permasalahan perempuan secara umum. Penulisan Virginia Woolf memang tidak bisa dibilang nyaman untuk dibaca pada era modern seperti sekarang, karena penuh dengan kalimat majemuk panjang yang jarang membutuhkan tanda titik. Saya sendiri hanya bisa menyelesaikan satu halaman tiap harinya, karena pusing membaca kalimat-kalimatnya. lol. Tapi jika bisa bertahan dengan kerumitan pola menulisnya, kita akan diajak untuk menelaah struktur sosial masyarakat pada waktu itu yang ternyata toh tidak jauh berubah dari kondisi masyarakat kita sekarang ini. Setelah membaca buku ini, kita bisa coba melihat ke sekeliling kita, dan menyadari bahwa semua yang disampaikan oleh Virginia Woolf nyaris seabad lalu ternyata masih relevan untuk dijadikan sentilan pada masa kini.

Bagi mereka yang berpikir bahwa buku feminisme selalu berisi ejekan terhadap laki-laki, buku ini tidak seperti itu. Alih-alih mengejek, Woolf mengajak baik laki-laki maupun perempuan untuk sama-sama memikirkan masalah-masalah yang dikajinya. Sebuah tulisan lezat yang memacu laku pikir kritis dan kepekaan sosial, bukan hanya kepada penulis perempuan, tapi pada seluruh tatanan masyarakat. Perjuangan kaum perempuan masih jauh dari selesai.

Comments

Popular posts from this blog

[Review] A Little Life

Judul: A Little Life Penulis: Hanya Yanagihara Penerbit: Doubleday Tahun cetakan: 2015 Jenis: ebook Tebal: 669 halaman ISBN: 9780385539265 PERHATIAN: Buku ini memiliki beberapa trigger yang mungkin akan dapat memengaruhi kondisi mental pembaca yang pernah/sedang mengalami isu-isu sensitif--perkosaan, penganiayaan fisik dan seksual, kekerasan pada anak, kecanduan obat-obatan, penyakit kejiwaan serta kecenderungan bunuh diri. Jika memiliki salah satu dari trigger yang disebutkan, disarankan untuk tidak membaca buku ini atau membaca dengan pantauan orang sekitar.

[Review] Majapahit : Sandyakala Rajasawangsa

Judul : Majapahit: Sandyakala Rajasawangsa (Majapahit #1) Penulis : Langit Kresna Hariadi Penerbit : Bentang Pustaka Tahun cetakan : 2012 Jenis : Paperback ISBN : 9786028811811 Rating : 3,5/5 Saya sangat menyukai seri Gajah Mada dari Pak LKH, tapi sewaktu saya berniat mengoleksinya, bersama seri Candi Murca, buku-bukunya kebanyakan sudah tidak beredar lagi. Sewaktu ingin tanya-tanya ke bapak penulisnya langsung tentang kedua seri tersebut, saya menemukan kalau LKH ternyata menerbitkan seri terbarunya, Majapahit. Karena saya suka Gajah Mada, sang mahapatih Majapahit itu, maka saya juga jadi berminat pada seri baru ini karena penasaran kisah apa yang akan diusung olehnya, mengingat sepertinya kondisi kerajaan Majapahit sudah cukup banyak terkaver dalam seri Gajah Mada. Jadi, dimulai dari manakah kisah kerajaan terbesar Indonesia ini?