Skip to main content

[Review] LENKA



Judul : LENKA
Penulis : Sarekat Penulis Kuping Hitam (Bengkel Kepenulisan DKJ 2009)
Penerbit : Banana publisher
Tahun cetakan : 2011
Jenis : paperback
ISBN : 9789791079259

Rating : 3/5


* Review ini dibuat dalam rangka baca bareng BBI bulan November dengan tema Horror/Thriller.

Satu lagi buku dari segepok buku Banana yang saya borong tahun lalu. Sebenarnya justru buku ini--dan Rumah Kopi Singa Tertawa-nya Mas Yusi--yang jadi tujuan utama saya memborong di Banana, tapi eh, entah kenapa malah buku ini yang tergolek tak terbaca di rak buku. Makanya, waktu ada posbar bertema Thriller/Horor, saya mencari-cari dari tumpukan yang belum saya baca, dan menemukan ini. Tapi eh, kemudian sangsi apakah ini novel thriller, tapi ya sudahlah. #gitu

Malam Pesta

Di malam pesta penggalangan dana Pustaka Bunyi Indonesia di Jakarta Art Exhibition Center, seorang gadis bergaun wisnu jatuh dari lantai lima dan menghancurkan batok kepalanya tepat di tengah kemeriahan pesta, memberikan panggung utama pada kematian yang menjadi puncak acara malam itu. Gadis yang terjatuh itu adalah Magdalena Anjani Sukmajati--atau yang biasa dipanggil Lenka sesuai dengan kebiasaan rakyat Hungaria--seorang model papan atas blasteran Indonesia-Hungaria yang tersohor akan kecantikannya, sekaligus putri dari Tiung Sukmajati, penghelat acara pesta malam itu.

Apa yang menyebabkan kejatuhan Lenka ini? Bunuh diri, terjatuh, atau dibunuh secara sengaja? Peristiwa kematian Lenka menjadi sebuah titik permulaan dari memori dan peristiwa yang saling bertaut-kelindan, menelusur asal dan menapaki akibat. Semua rahasia akan dibuka untuk menemukan arti dari kejatuhan seorang malaikat berdarah.

Sebelum Malam Pesta

Novel ini adalah hasil keroyokan dari 16 penulis dalam milis Bengkel Kepenulisan DKJ 2008-2009 yang dimulai dari premis mengenai seorang gadis yang terjatuh dari lantai lima pada suatu acara penggalangan dana. Dari situ keenambelas penulis secara berantai mengerjakan plotnya, yang kemudian disimpan rapi dan disunting oleh Mas Yusi dan Mas Sulak menjadi sebuah karya yang utuh. Tadinya saya pikir, pasti hebat sekali bisa membuat hasil 16 orang menjadi seragam, baik dalam kepenulisan maupun konsistensi karakter. Saya saja yang cuma berdua co-author sudah kelimpungan menyatukan gaya kepenulisan dan meredam ciri khas masing-masing. Tapi ternyata memang yang namanya individual differences itu sulit untuk dihilangkan seratus persen, ya. Ketika yang menulis tidak satu orang, ketahuan jelas perbedaannya pada setiap bab. Jadinya menurut saya membaca novel ini masihlah seperti membaca 16 cerpen yang mandiri namun memiliki tema yang sama--kematian Lenka. Ada yang hobi menjejalkan quote-quote filsafat supaya karakter terkesan 'lebih', ada yang hobi meramu kesintingan supaya semua karakter dikira psycho, ada juga otaku anime--serius, akan dibahas lebih lanjut nanti.

Secara plot sendiri, saya merasa novel ini terkadang off-focus, alias masih ada beberapa hal--atau justru banyak hal--yang sebenarnya melenceng dari sasaran premis utama, mengenai kematian Lenka. Semua tokoh yang berhubungan dengan Lenka dikupas habis di sini, menyebabkan konflik berjejal sesuai dengan tokoh yang sama bersesakannya. Tapi saya menyukai bagaimana penulis(-penulis) mampu memberi--sedikit--kedalaman pada tokoh-tokoh yang seharusnya menjadi background. Menikmati kisah mereka kadang jauh lebih menyenangkan daripada berusaha mengerti motif kejatuhan Lenka. Meskipun begitu, secara keseluruhan tema-tema dan konflik yang diambil untuk penggalian karakter bisa dibilang klise, dan cenderung sinetron. Kisah ini seakan menceritakan mengenai peribahasa "merpati hanya akan berjodoh dengan merpati," dan mendeklamasikan bahwa, "Karya sastra adalah kegilaan! Buat semua karakter bagus rupa dengan prestasi gilang-gemilang tapi punya masa lalu kelam yang tidak diketahui oleh publik!" Tentu, tentu, saya tidak menyalahkan tendensi "mengupas sisi di balik kesempurnaan tokoh", pun saya bisa menoleransinya dan bahkan menyukainya, tentunya jika eksekusinya bagus. Satu-dua tokoh--tokoh utama, misalnya--mempunyai masa lalu kelam, itu tidak masalah. Semua karakter dalam buku sinting? Errr...... 

Untuk masalah misteri dan thrillernya juga kurang terasa. Hanya ada di beberapa tempat, lalu sisanya hanya lebih seperti kisah melodrama dengan tokoh banyak dan berhubungan. Dan memang pada akhirnya sebab kematian Lenka hanya begitu saja. Misteri sebenarnya sudah terjawab di awal cerita, hanya dibuat berliku dan ditambah-tambahi. Mungkin niatnya agar pembaca ragu, tapi sebenarnya begitu mengerti bahwa Lenka menyukai filsafat Camus, saya rasa semua orang akan dapat menangkap alasan kematian Lenka.

Karakternya pun menurut saya masih superfisial semua. Tidak ada yang benar-benar tergali secara dalam, baik karakter utama maupun karakter sampingan. Mungkin ini akibat obsesi untuk mengembangkan nyaris setiap karakter, hingga jatuhnya karakter sentral pada Lenka hanya seperti tempelan dan eksplorasi karakter utama tidak memadai, pun mau mengembangkan karakter sampingan jatuhnya jadi cetek, karena saking banyaknya karakter yang perlu dibahas. Saya lumayan suka hubungan Tiung dan Luisa, dari kisah ala Cinderella berubah menjadi tragedi--menyatakan mengenai distorsi happily ever after yang akhirnya juga mendistorsi kehidupan anak-anak mereka, Lenka dan Pandan Salas. Tiung berubah dari mahasiswa muram menjadi komposer kenamaan yang control-freak, sementara Luisa adalah wimpy heroine paling mutlak yang pernah saya temui. Lenka, putri mereka, akhirnya menjadi seorang sinis pencinta Camus yang meremehkan dunia, sementara kakaknya, Pandan, menjadi seorang pecatur dan seorang sadis yang menyukai segala jenis filsafat radikal, mulai dari Nietzsche (saya selalu lupa cara spelling namanya), Nazi, hingga Takeshi Obata.

Iya, serius. Takeshi Obata, mangaka Hikaru no Go, Death Note, dan Bakuman. Bahkan dia berusaha memecahkan kode rahasia nama asli L--karakter Death Note--dengan menggunakan campuran pemikiran catur dan igo--dan Akira Toya!


Sumpah saya mukapalem pas bagian Pandan Salas berusaha menebak nama asli L di Death Note--dan dia merasa pantas memasukkan analisanya ini ke majalah catur internasional! Terus saya mukapalem kedua kali ketika pas pertandingan catur nasional, babak final antara Pandan dan salah satu pecatur wanita dibuat semenegangkan dan seajaib saat Akira Toya atau Hikaru main Go dalam Hikaru no Go, dengan penonton yang saling berbisik di sekitar meja pertandingan--bahkan sampai menyebut-nyebut permainan catur Edward vs. Alice di Twilight--dan akhirnya? Pandan Salas meminta diadakan pertarungan catur buta, saudara-saudara!


Sangat, sangat Akira Toya...... tapi tunggu! Belum selesai! Mukapalem ketiga saya hadir ketika pada kejuaraan catur internasional, lawan Pandan Salas adalah..... eng ing eng.... MITANI!! Friggin' Mitani in Hikaru no Go! Lalu mukapalem penghabisan ada di bagian ini:

Akan tetapi malam ini, Pandan bertarung sekali lagi dengan Mitani di dunia maya tanpa mengikutsertakan Ratu masing-masing.
Sai : Pernyataan yang amat berani! Apa kau tidak takut mereka akan menyadarinya sebagai kelemahanmu?
Killianch : Haha... aku tidak yakin mereka akan menang sekalipun mengetahuinya!

*note: Sai adalah screename Mitani dan Killianch adalah Pandan Salas.

Sai.... Sai.... SAI!! Kenapa sampai bawa-bawa nama Sai segala? Apa dunia Lenka ini cross-over dengan fandom Hikaru no Go???


Pandan Salas..... imejmu sebagai psycho sadis hancur seketika di mataku, nak. Sejak kau berusaha menebak nama L dan terus-terusan mengutip manga Hikaru no Go. Entah apakah sebenarnya obsesi Pandan terhadap Takeshi Obata itu dimasukkan sebagai selipan humor dalam kisah yang gelap dan penuh tragedi, tapi kok ya si Pandan kelihatannya serius-serius aja tuh? Alhasil, jika memang dimasukkannya selipan ini adalah sebagai bahan humor, dibandingkan ngakak, saya lebih berhasil bikin ekspresi "......................what?" lalu mukapalem sampe tepos. Beberapa kalimat dalam bagian Pandan juga sangat sering mengutip dari Hikaru no Go tanpa menjelaskan kalau itu ada di sana, dan alih-alih justru menjadikan hal tersebut sebagai ucapan Pandan sendiri. Demikian juga halnya dengan beberapa scene yang mirip dengan scene dalam Hikaru no Go. Ini apa, sih? Udah nggak kreatif, nggak dicantumin sumbernya lagi. Ugh.

Tapi memang sepertinya, terlepas dari segala keberbedaan penulisan dalam novel ini, hanya satu yang dapat disepakati oleh keenambelas penulis di dalam novel ini: mereka semua pemuja Takeshi Obata. Harusnya saya dapat memahami hal ini dari cara menulis keroyokan mereka, yang juga Takeshi Obata tampilkan dalam salah satu bab di Bakuman, mengenai komikus yang mengerjakan komiknya secara keroyokan via internet. Tapi jadinya setelah kejadian sama Pandan itu entah kenapa novel ini langsung turun harkat dan martabatnya di mata saya.

Sesudah Malam Pesta

Bagi saya, sebuah cerita itu terbagi menjadi empat kategori. Pertama adalah karya yang bagus dan menginspirasi, kedua adalah karya yang bagus tapi tidak menginspirasi, ketiga karya yang biasa saja tapi menginspirasi, dan terakhir adalah karya yang biasa saja dan tidak menginspirasi. Lenka adalah kategori ketiga. Ceritanya klise, penokohannya garing dan sekenanya, konflik terlalu dramatis dan dibuat-buat, tapi penulisannya entah bagaimana mampu menginspirasi saya dan membuat mood menulis saya kembali..... sebelum Pandan Salas beraksi dengan teori mengenai nama asli L, tentunya.

Tiga bintang karena menulis keroyokan itu ribet, dan karena novel ini menyadarkan saya bahwa individual differences tidak akan bisa hilang semudah itu dalam kepenulisan, walaupun sudah diedit oleh dua orang yang mumpuni.

Comments

  1. Takeshi Obata kan gak cuman komikus, gak bisa bikin komik ngehits klo gak karena ada penulis lain :v #eh

    pffft sini yuk aku face-palem-kan dirimu, lucu banget baca reviewnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang demikianlah. Takeshi Obata nampaknya juga merupakan pemikir radikal sejajar dengan Nietzsche dan Hitler menurut Pandan. :v

      Tapi selebihnya novel ini bagus, kok. Novel berisikan orang-orang kaya sinting nan edgy.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

[Review] A Little Life

Judul: A Little Life Penulis: Hanya Yanagihara Penerbit: Doubleday Tahun cetakan: 2015 Jenis: ebook Tebal: 669 halaman ISBN: 9780385539265 PERHATIAN: Buku ini memiliki beberapa trigger yang mungkin akan dapat memengaruhi kondisi mental pembaca yang pernah/sedang mengalami isu-isu sensitif--perkosaan, penganiayaan fisik dan seksual, kekerasan pada anak, kecanduan obat-obatan, penyakit kejiwaan serta kecenderungan bunuh diri. Jika memiliki salah satu dari trigger yang disebutkan, disarankan untuk tidak membaca buku ini atau membaca dengan pantauan orang sekitar.

[Review] Majapahit : Sandyakala Rajasawangsa

Judul : Majapahit: Sandyakala Rajasawangsa (Majapahit #1) Penulis : Langit Kresna Hariadi Penerbit : Bentang Pustaka Tahun cetakan : 2012 Jenis : Paperback ISBN : 9786028811811 Rating : 3,5/5 Saya sangat menyukai seri Gajah Mada dari Pak LKH, tapi sewaktu saya berniat mengoleksinya, bersama seri Candi Murca, buku-bukunya kebanyakan sudah tidak beredar lagi. Sewaktu ingin tanya-tanya ke bapak penulisnya langsung tentang kedua seri tersebut, saya menemukan kalau LKH ternyata menerbitkan seri terbarunya, Majapahit. Karena saya suka Gajah Mada, sang mahapatih Majapahit itu, maka saya juga jadi berminat pada seri baru ini karena penasaran kisah apa yang akan diusung olehnya, mengingat sepertinya kondisi kerajaan Majapahit sudah cukup banyak terkaver dalam seri Gajah Mada. Jadi, dimulai dari manakah kisah kerajaan terbesar Indonesia ini?

[Review] A Room of One's Own

Judul: A Room of One's Own Penulis: Virginia Woolf Penerbit: Harcourt Tahun cetakan: 1989 Jenis: Paperback ISBN: 9780156787338