Judul : Vicious (Vicious #1)
Penulis : V.E. Schwab
Penerbit : Tor Books
Tahun cetakan : 2013
Jenis : ebook
ISBN : 9781466822177
Rating : 5/5
Pertama kali melihat buku ini di daftar nominasi Goodreads Choice Award untuk kategori Fantasy. Waktu itu saya melihat blurb dari semua nominasi di kategori ini dan langsung tertarik oleh blurb novel ini. Tapi karena sedang sibuk, akhirnya hanya membaca blurbnya selintasan dan tidak langsung mencari novelnya, lalu melupakan judulnya. haha. Tapi buku ini muncul lagi di home goodreads saya beberapa waktu lalu, maka saya sambar kesempatan untuk segera membacanya--sebelum lupa lagi.
"Life--the way it really is--is a battle not between Bad and Good, but between Bad and Worse."
Victor Vale dan Eliot Cardale adalah dua mahasiswa kedokteran tingkat akhir terbaik di angkatan mereka. Victor adalah putra tunggal dari pasangan psikolog ternama yang kerap menerbitkan buku self-help serta motivasi yang dijadikan sebagai buku acuan di seluruh dunia. Eli adalah putra seorang menteri yang dapat dengan mudah memikat hati orang-orang di sekitarnya dengan pesonanya.
Ketika mereka diminta untuk mengajukan ide penelitian mereka untuk kelas seminar penelitian, Victor mengajukan topik Adrenal Induced--atau mengenai bagaimana hormon adrenalin memengaruhi pengambilan keputusan manusia di saat kritis. Sementara itu, Eli mengajukan topik yang seolah main-main, yaitu mengenai "Pembentukan EO--ExtraOrdinary", atau orang-orang yang memiliki kekuatan di luar nalar. Di saat ide Victor nyaris ditolak oleh dosen mereka, Eli dengan mudah mendapat persetujuan bagi topik konyolnya hanya dengan senyuman dan jawaban yang tidak kuat, membuat Victor merasa iri. Rasa iri Victor semakin bertambah kuat ketika Eli diizinkan oleh dosen mereka untuk melakukan penelitian bahkan saat kampus sedang dalam masa libur semester sementara dirinya ditolak saat meminta izin yang sama.
Karena itu ketika penelitian Eli selangkah lebih maju daripada penelitiannya, dan setelah mengetahui bahwa Eli menemukan faktor NDE--near death experience--pada kemungkinan pembentukan EO, sesuatu yang juga merupakan ide penelitian Victor, Victor mulai berusaha membuat penelitian Eli menjadi penelitian mereka. Victor mengajak Eli mencoba mengetes hipotesis Eli mengenai kekuatan superpower yang dapat dibangkitkan ketika manusia tengah berada di ambang kematian, dan dengan ragu Eli setuju. Sialnya, meskipun Victor yang pertama mencoba--dan hampir mati--menguji hipotesis tersebut, justru Eli lah yang pertama kali berhasil mendapatkan kekuatan superpower.
Victor, yang kembali merasa dikalahkan, segera menuntut untuk kembali mencoba gilirannya, yang tidak diizinkan oleh Eli karena menurutnya Victor baru saja keluar dari rumah sakit akibat percobaan gagalnya yang pertama. Kesal, Victor akhirnya meminta Angie, pacar Eli dan gadis yang juga ditaksirnya, untuk membantunya melakukan percobaannya yang kedua. Victor akhirnya mendapatkan kekuatannya, walau dengan harga nyawa Angie.
Namun begitu Victor memberitahu kejadiannya pada Eli, alih-alih membantunya, Eli justru melaporkannya kepada polisi. Laporan Eli--dan kesaksiannya di pengadilan--menyebabkan Victor harus dikurung dalam penjara selama 10 tahun dengan satu-satunya niat yang tersisa: menyakiti Eli. Sementara itu, di dunia luar Eli mulai menjalankan perannya sebagai seorang utusan tuhan...
"Plenty of humans were monstrous, and plenty of monsters knew how to play at being human."
Waktu membaca blurb-nya, sebenarnya saya tertarik dengan premisnya. Teman jadi musuh, huh? Tema ini sebenarnya termasuk tema umum dalam trope superhero. Berapa banyak superhero yang memiliki musuh besar yang ternyata adalah temannya di masa lampau? Hampir semua, sebagian besar. Tapi menuangkan tema superhero, yang biasanya lebih kerap kita jumpai dalam bentuk komik ke dalam bentuk literer? Well, that's new. Dan pada akhirnya memang gaya menulis dari V.E. Schwab-lah yang membuat saya langsung jatuh cinta pada novel ini hanya dalam satu halaman ebook.
Hampir semua penulis yang pernah saya baca, pola deskripsinya terfokus pada satu diantara dua: pada setting fisik atau pada setting emosional. J.K. Rowling, misalnya, gaya menulisnya terfokus pada setting fisik, sehingga meskipun secara plot kisah-kisahnya bagus, tapi saya jarang mampu berempati dengan tokoh-tokohnya. Sementara Haruki Murakami, misal, terfokus pada setting emosional, hingga saya bisa terangsang secara emosi pada karakter-karakternya, sementara setting fisiknya sendiri kadang terlupakan atau tidak jelas. Tapi Victoria Schwab mampu menulis deskripsi baik setting fisik maupun emosional dalam paragraf-paragraf ringkas.
Alur cerita dalam novel ini melompat-lompat, tapi anehnya saya tidak keberatan. Schwab memulai kisah dengan scene Victor dan Sydney pergi ke pemakaman tanpa alasan yang jelas, lalu bab selanjutnya mundur ke 10 tahun lalu, yang menceritakan tentang persahabatan Victor dan Eli. Alur kerap maju-mundur dan terus menjalin teka-teki yang membuat pembaca terus penasaran tentang apa yang akan dilakukan Victor di masa kini dan apa hubungannya dengan kisah 10 tahun lalu.
Karakter-karakternya sendiri menarik, terutama kedua tokoh utamanya. Victor yang selalu kesepian dan pragmatis, serta Eli yang anak baik-baik namun menyimpan ambisi yang sama besarnya dengan sahabatnya. Perselisihan pendapat di antara mereka entah bagaimana saling melengkapi, termasuk kekuatan mereka. Eli yang awalnya anak baik-baik, setelah mendapatkan kekuatannya merasa sebagai utusan tuhan dan perlahan menjadi semakin delusional, sementara Victor yang lahir dari kesepian dan kecemburuan perlahan jadi semakin mengerti makna kasih sayang. Tokoh sampingannya pun tak kalah menawan, terutama Mitch! Saya cinta banget sama sidekick Victor yang satu itu. Mitch adalah tipe tokoh yang sejak lahir berpenampilan salah dan selalu berada di tempat yang salah. Melihat badannya yang tinggi besar dan bertato di sekujur tubuh serta berkepala botak, semua orang segera mengira kalau dia adalah seorang penjahat yang mengandalkan kekuatan fisik daripada otak, padahal sebenarnya dia sangat cerdas, laki-laki lembut kutu buku, dan suka menonton film klasik hitam-putih--serta suka minum susu coklat. He's just awwwwwwww~
Endingnya cukup memuaskan, walau dapat ditebak dengan kehadiran Sydney dan kekuatannya yang "seperti itu". Mendekati ending justru yang paling klise, benar-benar tipe pertarungan final ala-ala film superhero, tapi gaya penulisan Schwab dan kemampuannya memotong adegan di tempat-tempat yang tepat membuat pembaca akan selalu penasaran bagaimana lanjutan dari kisahnya. Dan jika dilihat dari adanya tanda #1 dalam data goodreads yang menunjukkan buku tersebut berada dalam seri, patut ditunggu kisah apalagi yang akan diuntai oleh Victoria Schwab untuk buku berikutnya.
"There are no good men in this game."
Apa sebenarnya poin utama dari Vicious ini? Seperti yang saya bilang sebelumnya, gaya penulisannya. Victoria Schwab mampu menerapkan term "show, not tell" dalam kepenulisan hingga tulisannya berkembang dengan efektif dan menarik. Tidak bertele-tele, tapi dengan tepat menggambarkan suasana dalam cerita tanpa perlu banyak membuang halaman. Dan tentu saja, ide Schwab bermain dengan tema grey morality yang sedang ngetren dan mencampurkannya dengan tema superhero yang selama ini didominasi oleh mitos baik vs. buruk menjadikan novel ini layak untuk dibaca.
Saya sendiri belum pernah mendengar testimoni jelek dari novel ini, berbeda dengan novel-novel yang lainnya. Sayangnya, cerita ini sepertinya termasuk kisah yang underrated. Kabar baiknya, beberapa waktu lalu penulis menyatakan bahwa rumah produksi milik Ridley Scott, yang terkenal dengan film Gladiator-nya itu, telah membeli hak untuk mengadaptasi kisah ini ke layar lebar. So better read this novel before the movie released! And feel the beauty of V.E. Schwab's writing!
Comments
Post a Comment